Senin, 30 September 2013

Fase – fase Perkembangan HmI

1. Fase Konsolidasi Spiritual (1946-1947)

Fase dimana latar belakang HmI berdiri, sudah jelas pemaparan diatas.

2. Fase Pengokohan (5 Februari 1947 – 30 November 1947)


Selama lebih kurang 9 (sembilan) bulan, reaksi-reaksi terhadap kelahiran HmI barulah berakhir. Masa sembilan bulan itu dipergunakan untuk menjawab berbagai reaksi dan tantangan yang datang silih berganti, yang kesemuanya itu semakin mengokohkan eksistensi HmI sehingga dapat berdiri tegak dan kokoh.

3. Fase Perjuangan Bersenjata (1947 – 1949)

Seiring dengan tujuan HmI yang digariskan sejak awal berdirinya, maka konsekuensinya dalam masa perang kemerdekaan, HmI terjun kegelanggang pertempuran melawan agresi yang dilakukan oleh Belanda, membantu Pemerintah, baik langsung memegang senjata bedil dan bambu runcing, sebagai staff, penerangan, penghubung. Untuk menghadapi pemberontakkan PKI di Madiun 18 September 1948, Ketua PPMI/ Wakil Ketua PB HmI Ahmad Tirtosudiro membentuk Corps Mahasiswa (CM), dengan Komandan Hartono dan wakil Komandan Ahmad Tirtosudiro, ikut membantu Pemerintah menumpas pemberontakkan PKI di Madiun, dengan mengerahkan anggota CM ke gunung-gunung, memperkuat aparat pemerintah. Sejak itulah dendam kesumat PKI terhadap HmI tertanam. Dendam disertai benci itu nampak sangat menonjol pada tahun 1964-1965, disaat-saat menjelang meletusnya G30S/PKI.

4. Fase Pertumbuhan dan Perkembangan HMI (1950-1963)

Selama para kader HmI banyak yang terjun ke gelanggang pertempuran melawan pihak-pihak agresor, selama itu pula pembinaan organisasi terabaikan. Namun hal itu dilakukan secara sadar, karena itu semua untuk merealisir tujuan dari HmI sendiri, serta dwi tugasnya yakni tugas Agama dan tugas Bangsa. Maka dengan adanya penyerahan kedaulatan Rakyat tanggal 27 Desember 1949, mahasiswa yang berniat untuk melanjutkan kuliahnya bermunculan di Yogyakarta. Sejak tahun 1950 dilaksankanlah tugas-tugas konsolidasi internal organisasi. Disadari bahwa konsolidasi organisasi adalah masalah besar sepanjang masa. Bulan Juli 1951 PB HmI dipindahkan dari Yogyakarta ke Jakarta.

5. Fase Tantangan (1964 – 1965)

Dendam sejarah PKI kepada HmI merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi HmI. Setelah agitasi-agitasinya berhasil membubarkan Masyumi dan GPII, PKI menganggap HmI adalah kekuatan ketiga ummat Islam. Begitu bersemangatnya PKI dan simpatisannya dalam membubarkan HmI, terlihat dalam segala aksi-aksinya, Mulai dari hasutan, fitnah, propaganda hingga aksi-aksi riil berupa penculikan, dsb.
Usaha-usaha yang gigih dari kaum komunis dalam membubarkan HmI ternyata tidak menjadi kenyataan, dan sejarahpun telah membeberkan dengan jelas siapa yang kontra revolusi, PKI dengan puncak aksi pada tanggal 30 September 1965 telah membuatnya sebagai salah satu organisasi terlarang.

6. Fase Kebangkitan HmI sebagai Pelopor Orde Baru (1966 – 1968)

HmI sebagai sumber insani bangsa turut mempelopori tegaknya Orde Baru untuk menghapuskan orde lama yang sarat dengan ketotaliterannya. Usaha-usaha itu tampak antara lain HmI melalui Wakil Ketua PB Mari’ie Muhammad memprakasai Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI) 25 Oktober 1965 yang bertugas antara lain :

1). Mengamankan Pancasila.

2). Memperkuat bantuan kepada ABRI dalam penumpasan Gestapu/ PKI sampai ke akar-akarnya.

Masa aksi KAMI yang pertama berupa Rapat Umum dilaksanakan tanggal 3 Nopember 1965 di halaman Fakultas Kedokteran UI Salemba Jakarta, dimana barisan HMI menunjukan superioitasnya dengan massanya yang terbesar. Puncak aksi KAMI terjadi pada tanggal 10 Januari 1966 yang mengumandangkan tuntutan rakyat dalam bentuk Tritura yang terkenal itu. Tuntutan tersebut ternyata mendapat perlakuan yang represif dari aparat keamanan sehingga tidak sedikit dari pihak mahasiswa menjadi korban. Diantaranya antara lain : Arif rahman Hakim, Zubaidah di Jakarta, Aris Munandar, Margono yang gugur di Yogyakarta, Hasannudin di Banjarmasin, Muhammad Syarif al-Kadri di Makasar, kesemuanya merupakan pahlawan-pahlawan ampera yang berjuang tanpa pamrih dan semata-mata demi kemaslahatan ummat serta keselamatan bangsa serta negara. Akhirnya puncak tututan tersebut berbuah hasil yang diharap-harapkan dengan keluarnya Supersemar sebagai tonggak sejarah berdirinya Orde Baru.

7. Fase Pembangunan (1969 – 1970)

Setelah Orde Baru mantap, Pancasila dilaksanakan secara murni serta konsekuen (meski hal ini perlu kajian lagi secara mendalam), maka sejak tanggal 1 April 1969 dimulailah Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). HmI pun sesuai dengan 5 aspek pemikirannya turut pula memberikan sumbangan serta partisipasinya dalam era awal pembagunan. Bentuk-bentuk partisipasi HmI baik anggotanya maupun yang telah menjadi alumni meliputi diantaranya :

1)Partisipasi dalam pembentukan suasana, situasi dan iklim yang memungkinkan dilaksanakannya pembangunan.

2) Partisipasi dalam pemberian konsep-konsep dalam berbagai aspek pemikiran.

3) Partisipasi dalam bentuk pelaksana langsung dari pembangunan.


8. Fase Pergolakan dan Pembaharuan Pemikiran (1970 – 1998 ) 

Suatu ciri khas yang dibina oleh HmI, diantaranya adalah kebebasan berpikir dikalangan anggotanya, karena pada hakikatnya timbulnya pembaharuan karena adanya pemikiran yang bersifat dinamis dari masing-masing individu. 

Disebutkan bahwa fase pergolakan pemikiran ini muncul pada tahun 1970, tetapi geja-gejalanya telah nampak pada tahun 1968. Namun klimaksnya memang terjadi pada tahun 1970 dimana secara relatif masalah-masalah intern organisasi yang rutin telah terselesaikan. Sementara dilain sisi persoalan ekstern muncul menghadang dengan segudang problema. 

Pada tahun 1970 Nurcholis Madjid menyampaikan ide pembaharuan dengan topik keharusan pembaharuan didalam pemikiran Islam dan masalah integritas umat. Sebagai konsekuensinya di HmI timbul pergolakan pemikiran dalam berbagai substansi permasalahan yang. Perbedaan pendapat dan penafsiran menjadi dinamika di dalam menginterpretasikan dinamika persoalan kebangsaan dan keumatan. Hal ini misalnya dalam dialektika dan perbincangan seputar Negara dan Islam, konsep Negara Islam, persoalan Islam Kaffah sampai pada penyesuaian dasar HmI dari Islam menjadi Pancasila sebagai bentuk ijtihad organisasi didalam mempertahankan cita-cita jangka panjang keummatan dan kebangsaan. 

Di era orde baru, HMI harus menghadapi fasisme orde baru yang sangat lihai mematikan gerakan-gerakan sosial mahasiswa. Termasuk mengharuskan seluruh ormas dan partai politik berasaskan pancasila. HMI dengan aturan itu akhirnya pecah, HMI Dipo dan HMI MPO. Kelompok HMI Dipo akhirnya tunduk kepada aturan orde baru. Sementara MPO tetap dengan asas Islam. Tapi, friksi ini ternyata tak menjadi soal, karena dengan adanya eksistensi Dipo membuat eksistensi MPO tumbuh tanpa di bubarkan oleh pemerintah orde baru. Demikian juga dengan sebaliknya. 

Sebagai organisasi kader, maka HMI dituntut untuk tanggap terhadap kecenderungan-kecenderungan ini, supaya HMI dapat berperaan Aktif dalam setiap pembangunan dan perkembangannya. Untuk itu tidaklah mengherankan jika HMI memberikan masukan yang berarti (pada masa pembangunan ini) diantaranya yaitu, menyatakan (pernyataan) PB HMI tentang lembaga kepresidenan dan lembaga UUD1945 yang isinya menyatakan dukungan HMI kepada Sidang Umum MPR untuk menetapkan Jenderal Soeharto untuk menjadi Presiden dan tidak mengubah UUD 1945, karena saat ada usaha untuk mengubah UUD sehingga menggoyahkan kepemimpinan Nasional. Di bidang pembinaan dan pembaharuan Umat, HMI memberikan masukan terhadap metode dakwah islam (1972), disamping itu juga memberikan masukan yang berarti mengenai undang-undang perkawinan (20 tahun untuk wanita dan 25 tahun untuk pria). 

Di bidang kepemudaan HMI bersama-sama organisasi yang lain membentuk kelompok Cipayung(HMI,PMII,GMNI,GMKI,dan PMKRI)sebagai wadah untuk menampung aspirasi pemuda sekaligus merupakan proses mendinamisasi kretifitas pemuda. Kelompok ini di bentuk tahun 1972. 

9. Fase Reformasi

Secara histories sejak tahun 1995 HmI mulai melaksanakan gerakan reformasi dengan menyampaikan pandangan, gagasan dan kritik terhadap pemerintahan. Sesuai dengan kebijakan PB HmI bahwa HmI tidak akan melakukan tindakan-tindakan inkonstitusional dan konfrontatif. Gerakan koreksi pemerintahanpertama disampaikan pada jaman konggres XX HmI di Istana Negara tanggal 21 Januari 1995. kemudian peringatan MILAD HmI Ke 50 Saudara Ketua Umum Taufiq Hidayat menegaskan dan menjawab kritik-kritik yang menyebutkan bahwa HmI terlalu dekat dengan kekuasaan. Bagi HmI kekuasaan bukanlah wilayah yang haram. Tetapi adalah wilayah pencermatan dan kekritisan terhadap pemerintahan.


- See more at: http://pbhmi.org/node/8#sthash.0bSXsdVk.dpuf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih