Rabu, 28 November 2012

HMI dan Independensi Hari Ini



Tantangan HMI : Independensi dan Kaderisasi

Tantangan yang dihadapi HMI era ini paling tidak ada dua tantangan pokok, yaitu : independensi HMI dan kaderisasi. Kedua hal tersebut saling berpegaruh satu dengan yang lain. Kaderisasi yang terkontrol dan mapan akan menghasilkan kader yang berkualitas dan akan semakin terarah untuk mewujudkan tujuan HMI sesuai Pasal 4 AD HMI, dan dengan hal tersebut maka HMI akan kembali pada khittah asli, yakni independen.
Independen merupakan karakter bagi organisasi HMI. Hampir dalam semua momentum, HMI selalu dikaitkan dengan kekuatan politik yang notabene sangat berpengaruh dengan implementasi independen secara organisatoris. Pengurus HMI tidak boleh merangkap jabatan dengan oganisasi pemerintah atau partai politik, atau yang lebih sederhana, pengurus HMI tidak boleh membuat pernyataan mendukung suatu partai politik atau pemerintah. Mendukung atau menolak sesuatu yang melibatkankekuatan politik tertentu, HMI dianggap melawan prinsip independensi, dalam artian HMI tidak boleh terkait kekuatan politik manapun. Jika HMI sebagai contohnya terlibat kekuatan politik tertentu, maka dalam pola hubungan selanjutnya, hakekat saling mempengaruhi atau saling ketergantungan tidak dapat dihindari, dan tidak menutup kemungkinan akan terjadirangkap jabatan serta pemihakan dalam hal tersebut.
Cak Nur (Dr. Nurcholish Madjid) pernah mengungkapkan “Islam Yes, Partai Islam No!” di tahun 1970an. Nilaiyang didukung Cak Nur mungkin bermakna keseimbangan kepentingan. Kesimbangan ini sebagai nilai etis yang harus diperjuangkan. HMI harus memahami ajaran Islam atau kondisi masyarakat dalam arus pergumulan nilai-nilai etis terhadap suatu kepentingan tertentu.
Nilai-nilai yang diperjuangkan HMI kepada generasi penerus memerlukan perkaderan HMI yang kuat dan terus-menerus. Kondisi alumni dari HMI sekarang, banyak diantara para alumni HMI yang terjun ke dunia politik.Perlu ditegaskan dalam hal kaderisasi anggota, bahwa kaderisasi HMI tidak untuk merebut kekuasaan politik dan HMI memang bukanlah organisasi politik. Politik diartikan secara luas, tidak sekedar kekuasaan atau organisasi politik. Perebutan kekuasaan politik untuk kepentingan anggotanya termasuk dalam konteks ini. Hal tersebut dikenal dalam perjuangan partai-partai politik agar anggota atau kadernya menduduki posisi-posisi politik tertentu.
Di arena politik sekarang, kita melihat alumni HMI tersebar di semua partai politik, yang secara tidak langsung telah terbentuk suatu koneksi HMI. Melihat sistem politik yang ada sekarang, alumni HMI yang berpolitik tidak dapat secara sempurna beridealisasi seperti harapan tujuan HMI yang telah menjadi semacam spirit perjuangan organisasi ini. Tidak hanya penafsiran atas tujuan HMI di kalangan HMI ataupun alumninya yang bisa berbeda-beda, tetapi juga kepentingan partai masing-masing dimana alumni HMI bekerja sama dapat berbeda pula.
Alumni HMI yang memegang kekuasaan politik, pada akhirnya lebih bersifat individual atau paling tidak berorientasi kepada partainya, dan pada saat mereka membutuhkan dukungan untuk kekuasaanya mereka dengan tanpa sungkan menawarkan kader HMI untuk ikut berpartisipasi atas nama kaderisasi dan pembelajaran. Di sinilah independensi kader diuji. Hal yang menguntungkan bagi mereka, tidak sedikit alumni HMI yang berusaha menghilangkan pertaliannya dengan HMI ketika citra politik HMI tidak dalam posisi menguntungkan. Sebaliknya, tidak sedikit pula yang mengaku pernah menjadi anggota HMI ketika citra HMI atau alumni HMI sedang memegang kekuasaan.
Kaderisasi HMI tentu saja dapat membawa anggotanya menuju wilayah kekuasaan politik dan non politik. Wilayah non politik diduduki sebagian mereka yang memilih jalur pengusaha, dan sebagian lagi memilih jalur intelektual dan professional. Terlepas dari hal tersebut, independensi harus tetap dipertahankan dalam HMI untuk membentengi diri dari segala bentuk kemungkinan konflik interest.

Faktor-faktor Penyebab Menurunnya Independensi Kader HMI

Alumni HMI terlalu banyak intervensi

Peran alumni dan senior banyak membantu menopang semua kegiatan HMI dan itu dilakukan atas dasar tolong-menolong bukan paksaan atau keharusan terhadap kader-kader di bawahnya. Begitupun sebaliknya. Hal tersebut dapat terjadi apabila kedua belah pihak faham tentang wilayah etis dan organisatoris HMI. Kenyataannya masih banyak alumni yang sering melakukan intervensi dalam polemik yang ada. Misalnya, dalam hal kepengurusan di tingkatan Cabang atau komisariat, pengambilan keputusan, sampai pada ikut melawan kader lain yang dianggap mengancam kedudukan antar sesama kader.
Intervensi yang dihadapi bermacam-macam dan kita harus jeli untuk melihatnya. Mengapa? Karena suatu kepentingan tertentu dengan wuud intervensi juga mengatakan bahwa hal tersebut merupakan bagian dari perjuangan dan pengaplikasian dari HMI itu sendiri. Wujud intervensi yang utama dan rawan dapat berasal dari segi politik atau kekuasaan dan dari segi ekonomi. Kedekatan kader HMI terhadap alumni yang memiliki kekuasaan dalam pemerintahan seperti DPR dan lembaga lain, secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap kondisi psikologis kader. Kader seakan berjalan hidup di bawah bayang-bayang senior yang berkuasa, atau lebih parahnya bahkan sampai meniru kebiasaan-kebiasaan kegiatan yang terakomodir pemerintah. Sangat jelas bahwa independensi HMI itu sendiri dipertaruhkan.
Intervensi alumni kepada HMI di satu sisi menguntungkan, namun di sisi lain sangat merugikan. Menguntungkan karena selama ini dana operasional HMI sering berasal dari alumninya, entah tanpa pamrih atau mempunyai maksud dan tujuan lain. Semakin banyak alumni yang sukses, HMI pun semakin sejahtera. Merugikan karena sumbangan tersebut menjadikan interdependensi yang tidak sehat antara alumni dan HMI. Secara keuangan membuat HMI tidak mandiri, hal ini dapat menimbulkan rasa sungkan dari kader terhadap seniornya ketika mereka harus menegur senior tersebut ketika mereka melakukan kesalahan di luar organisatoris.


Cabang dan komisariat yang semakin banyak

Bertambahnya jumlah cabang dan komisariat HMI dapat mempengaruhi independensi kader. Munculnya Cabang-Cabang dan Komisariat-komisariat persiapan di lingkungan kader jika ternyata kondisi internalnya tidak mapan dan tidak cukup cerdas, maka dalam mempertahankan keutuhannya akan semakin mudah untuk goyah dan mudah diintervensi oleh pihak lain, baik kaena kurangnya sumber daya manusia yang kurang berkompeten ataupun karena tidak adanya “fighter” atau mental petarung dalam diri setiap kader serta pelopornya. HMI Cabang Purwokerto Komisariat Persiapan Biosains misalnya, setelah pemekarannya dari Komisariat Ibnu Sinna jika tidak dapat mempertahankan eksistensinya maka bisa saja akan ada pembekuan komisariat dari Cabang. Eksistensi yang dilakukan tetap harus menjunjung tinggi sifat independen dalam berkarya dan berinovasi jika tidak ingin diintervensi oleh pihak/komisariat lain.
Jika cabang dan komisariat bertambah banyak, maka keberlangsungannya sudah tentu akan semakin kurang terkontrol oleh tingkatan di atasnya (badko/cabang). Ketika keadaan sudah tidak terkontrol, maka mereka lebih sulit untuk menyatu dalam sisi organisatorisnya. Hal tersebut sebenarnya tidak terlalu bermasalah kalau nafas organisasi dan pelaksanaan program kerja berjalan efektif, namun tetap harus diperhatikan.


Peluang politik besar
HMI adalah organisasi kemahasiswaan yang sudah berusia panjang dan pernah menjadi organisasi kemahasiswaan Islam satu-satunya di Indonesia. Berdiri 5 Februari 1947, HMI lahir tidak lama setelah Indonesia merdeka dan tentunya telah mengalami dinamika internal maupun eksternal organisasi yang dengan dinamika masyarakat, bangsa, dan negara. Sudah merupakan suatu hak yang wajar manakala jumlah kader yang kemudian dimiliki HMI sangat besar dan banyak yang terjun di seluruh lini kehidupan, termasuk salah satunya adalah dunia politik. Ini merupakan salah satu keuntungan organisasi yang didirikankan lebih dulu, karena ia mempunyai kesempatan untuk membangun semangat juang dan kaderisasi serta kemudian dapat membangun jaringan lebih kuat.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) merupakan salah satu organisasi kemahasiswaan yang melahirkan banyak politikus. Hal ini tidak dapat diingkari. Jumlah politisi di Indonesia yang pernah mengenyam kawah candradimuka HMI adalah paling besar jika dibandingkan dengan organisasi-organisasi kemahasiswaan lain, bahkan juga organisai kemasyarakatan pada umumnya. 
Hampir di semua partai politik, kecuali yang ada keterkaitan dengan agama tertentu selain Islam, terdapat kader HMI. Selain karena jumlah yang paling besar, mereka juga mampu tampil dan berperan secara lebih menonjol. Koneksi dan peluang politik yang luas seakan menjadi ladang bagi kader HMI untuk masuk dalam jajaran kekuasaan dalam pemerintahan. Jika sudah berhadapan dengan politik, maka berhadapan juga dengan independensinya yang secara umum bersifat organisatoris.


LK I (Latihan Kader I) HMI kurang sempurna
Latihan Kader I merupakan hal utama dan penting dalam memasuki tahap awal HMI. Tanpa adanya kaderisasi, organisasi tidak akan dapat meneruskan eksistensinya. Bisa dibilang, urat nadi sebuah organisasi adalah kaderisasi, sehingga hampir seluruh organisasi memiliki sebuah biro atau divisi kaderisasi termasuk juga HMI. Latihan Kader di HMI merupakan alat atau cara yang digunakan untuk menanamkan pemahaman atau doktrin kepada calon anggota agar mereka dapat mengenal organisasi lebih mendalam sehingga memahami karakteristik, kultur, potensi, arah dan tujuan HMI.
Latihan Kader I sebagai pintu gerbang dimulainya nafas perjuangan HMI secara tidak langsung akan membentuk karakter dan sifat kader. Permasalahannya, masih ada cabang atau komisariat HMI yang pola LK I nya masih belum tepat. Bisa dari MOT nya atau dari BPL nya. Ada beberapa materi wajib yang disampaikan tidak secara menyeluruh atau total hanya dikarenakan pembatasan waktu LK. Hal ini terjadi di beberapa kampus yang berbasis sains dan teknologi. Hanya karena alasan padatnya jadwal kuliah dan praktikum, lantas durasi waktu LK I semakin dipersempit pula. Kader belum sempat untuk mencerna materi dengan baik, tetapi sudah terhalang waktu. Ironis. Materi konstitusi misalnya, jika materi ini disampaikan hanya sebagai formalitas, bagaimana kader akan tahu karakter yang ada pada AD (Anggaran Dasar) HMI?

Kurangnya penghayatan dan pemahaman independensi oleh kader HMI
Penghayatan dan pemahaman independensi oleh kader HMI sendiri sangat diperlukan. Jika penghayatan dan pemahamannya kurang, maka independensi secara etisnya berkurang. Sederhananya, hal ini bisa dilihat dalam keseharian kader di tingkat komisariat. Kader yang kurang pemahamannya terhadap independensi, maka ia tidak dapat berdiri dengan kokoh dalam berpendapat dan mencari kebenaran relatif.
Ahmad Wahib dalam catatan hariannya dalam buku Pergolakan Pemikiran Islam halaman 277 menuturkan, “Kalau saya menyaksikan pola berfikir aktifis HMI pada cabang-cabang kecil, maka seolah-olah lenyaplah harapan saya untuk menjadikan HMI ini sebagai kekuatan pembaharu. Mungkin sekali bila pimpinan HMI berhasil menjadikan HMI sebagai kekuatan pembaharu-independent-kreatif, maka berguguranlah anggotanya meninggalkan HMI. Orang yang akan masuk pun sedikit sekali dan dukungan umat akan kurang. Persoalannya, karya mana yang lebih besar antara besar sebagai kekuatan retrogressif-reaksioner dengan kecil sebagai kekuatan pembaharu pelopor”(14 Maret 1969).
Jelas dalam pertanyaan tersebut, independensi kader dirasa kurang penghayatannya. Bahkan ketika mereka dihadapkan pada sesuatu yang sifatnya baru dan membutuhkan kreatifitas, kader yang tidak dapat bertahan akan lepas dan gugur meninggalkan HMI.

Kader HMI tidak mandiri

Menjadikan organisasi yang mandiri adalah pekerjaan sulit. Tidak cukup dengan banyak teori tetapi butuh pengalaman dan jam terbang yang tinggi. HMI harus mampu untuk mandiri dan terlepas dari konflik kepentingan pihak-pihak tertentu yang hanya mau mengais keuntungan belaka. Mandiri atau tidaknya kader dalam hal ini, dapat dilihat dari segi model perkaderan yang diterapkan , kreatifitas atau kekaryaan, dan segi pendanaan organisasi.
Model atau pola perkaderan di setiap cabang tentunya berbeda-beda. Biasanya, kelemahan kader HMI kebanyakan ialah tidak bisa bekerja sama secara solid dalam bentuk tim. Hal ini dapat disebabkan karena pola perkaderan yang hanya terpaku pada orang-orang atau senior-senior tertentu dalam pembelajarannya, sehingga sangat cenderung sekali untuk memiliki ketergantungan terhadapnya. Pola tersebut dapat mempengaruhi independensi secara etis. Seharusnya, kader dibiarkan lepas untuk bersosialisasi dan berkompetisi dengan kader lainnya agar memperoleh lebih banyak pengalaman dan tantangan. Pengalaman dan tantangan yang ada dan muncul oleh sebab pencariannya sendiri, menjadikan kader akan lebih siap pakai dan mandiri dalam berproses. Hal tersebut dapat berpengaruh positif dalam pembentukan kepribadiannya.
Mandiri atau biasa diartikan mampu untuk berdiri sendiri, akan dapat menjadikan seseorang lebih survive dalam menghadapi permasalahan. Dewasa ini, mahasiswa lebih suka menikmati hasil-hasil yang sifatnya instan dan kurang memperhatikan proses pencapaiannya. Sedikit dari mahasiswa yang punya pemikiran dan inovasi yang kreatif dan membangun. Kebanyakan hanya langsung memakai produk siap jadi, padahal kader HMI diharapkan menjadi kader yang siap pakai dan memiliki kecerdasan intelektual yang dapat dipertanggungjawabkan. Begitu pula dengan kekaryaan. Kurang kretifitas, berarti miskin karya. Jika miskin karya, maka kita akan kembali bergantung dengan hasil pemikiran pihak-pihak lain. Karya yang dimaksud di sini, dititikberatkan pada pemikiran dan lain-lain yang dapat meningkatkan eksistensi kader dan juga esensinya secara organisatoris, seperti tulisan, dan sebagainya.

Selain pola perkaderan dan kreatifitas, segi pendanaan organisasi juga dapat mempengaruhi kemandirian kader. Seringkali keberlangsungan kegiatan perkaderan di HMI mengandalkan dana dari para alumninya, untuk LK misalnya, sangat jarang kader HMI untuk mengandalkan swadaya dari kader sendiri meskipun untuk mendapatkan dana dari pihak lain membutuhkan kompetensi yang sulit pula. Hal seperti ini dapat menjadikan HMI untuk mudah dibeli dan dijadikan alat transaksi untuk kepentingan masing-masing individu.
HMI mempunyai lembaga-lembaga yang menyediakan wadah untuk anggotanya agar dapat mengembangkan skillnya, seperti LAPMI (Lembaga Pers Mahasiswa Islam), LSMI (Lembaga Seni Budaya Mahasiswa Islam), LEMI (Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam), dan lain-lain. Kader HMI dapat ikut berpartisipasi dalam program kerja bidang Kewirausahaan dan Pengembangan Profesi untuk segi pendanaan, baik melalui event lokakarya, Program Mahasiswa Wirausaha, atau sumber dana lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan alumni atau senior. Dengan demikian, maka kader sedikit banyak telah mencoba mengimplementasikan sikap mandiri. Lebih penting dari hal tersebut sebelumnya, selama HMI tidak mampu mandiri dari segi keuangan maka HMI selamanya tidak akan pernah independent dalam bersikap. Kemandirian sangat diperlukan agar HMI bisa independen.

Oleh : Ana Diana Solich - yakin usaha sampai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih